Kamis, 13 November 2014

Kesalahpahaman dalam Bimbingan dan Konseling

Edit Posted by with No comments


Uraian terdahulu mengemukakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling merupakan barang impor yang pengembangannya di Indonesia masih tergolong baru. Untuk prnggunaan istilah saja, terutama istilah penyuluhan dan konseling, masih belum ada kesepakatan semua pihak, maka dapat dimengerti kalau sampai sekarang masih banyak kesalahpahaman dalam bidang bimbingan dan konseling itu. Kesalahpahaman yang sering dijumpai di lapangan antara lain :
1.      Bimbingan dan Konseling Disamakan Saja dengan atau Dipisahkan Sama Sekali dari Pendidikan
Ada dua pendapat yang ekstrem berkenaan dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa Bimbingan dan Konseling sama saja dengan pendidikan. Pendapat ini mengatakan bahwa pelayanan khusus bimbingan dan konseling tidak perlu disekolah. Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar dilaksanakan secara khusus oleh tenaga yang benar-benar ahli dengan perlengkapan yng benar-benar memenuhi syarat.
Memang bimbingan dan konseling di sekolah secara umum termasuk ke dalam ruang lingkup upaya pendidikan di sekolah , namun tidak bererti bahwa penyelenggaraan pengajaran (yang baik) saja seluruh misi sekolah akan dapat dicapai dengan penuh
2.      Konselor di Sekolah Dianggap Sebagai Polisi Sekolah
Tidak jarang konselor di sekolah diserahi untuk mengusut perkelahian atau pencurian. Konselor ditugasi untuk mencari siswa yang salah dan diberi wewenang untuk mengambil tindakan bagi siswa-siswa yang bersalah itu. Dalam hubungan ini, pengertian konselor sebagai mata-mata yang mengintip segenap gerak-gerik siswa agar dapat berkembang dengan pesat.
Bisa dibayangkan bagaimana tanggapan siswa terhadap konselor yang mempunyai wajah seperti itu. Wajar saja siswa menjadi takut dan tidak mau dekat dengan konselor. Petugas bimbingan konseling bukanlah pengawas ataupun polisi yang selalu mencurigai dan menangkap siapa saja yang bersalah. Petugas bimbingan dan konseling adalah kawan pengiring penunjuk jalan, pembangun kekuatan, dan pembina tingkah laku positif yang dikehendaki.
3.      Bimbingan dan Konseling Dianggap Semata-mata Sebagai Proses Pemberian Nasihat
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanyalah sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. Disamping memerlukan nasihat, pada umumnya konseli memerlukan pelayanan lain seperti pemberian informasi, penempatan dan penyaluran konseling, bimbingan belajar, pengalihtanganan kepada petugas yang lebih ahli atau berwenang, layanan kepada orang tua siswa atau masyarakat dan lain sebagainya. Konselor juga memerlukan upaya tindak lanjut atau mensinkronisasikan upaya yang satu dengan upaya yang lainnya sehingga menjadi suatu rangkaian yang terpadu dan berkesinambungan.
4.      Bimbingan dan Konseling Dibatasi pada Hanya Menangani Masalah yang Bersifat Insidental
Memang sering kali pelayanan bimbingan dan konseling bertitik tolak dari masalah yang dirasakan konseli sekarang, yang sifatnya dadakan. Namun pada hakikatnya layanan itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas yaitu lalu, sekarang, dan yang akan datang. Untuk keperluan tersebut petugas bimbingan dan konseling harus terus memasyarakatkan dan membangun suasana bimbingan dan konseling serta mampu melihat hal-hal tertentu yang perlu diolah, ditanggulangi, diarahkan, dibangkitkan, dan secara umum diperhatikan demi perkembangan segenap individu yang menjadi tanggung jawabnya secara penuh dan menyeluruh.
5.      Bimbingan dan Konseling Dibatasi Hanya untuk Klien-Klien Tertentu Saja
Pelayanan bimbingan dan konseling bukan tersedia dan tertuju hanya untuk klien-klien tertentu saja, tetapi terbuka untuk segenap individu ataupun kelompok yang memerlukannya. Jikapun ada penggolongan, maka penggolongan itu didasarkan atas klasifikasi masalah, bukan atas kondisi klien. Lebih jauh masalah itu akan mengarah pada spesialisasi keahlian konseling tertentu sesuai dengan permasalahan itu.
6.      Bimbingan dan Konseling Melayani “Orang Sakit” dan/atau “Kurang Normal”
Bimbingan dan konseling hanya melayani orang-orang normal yang mengalami masalah tertentu. Jika seseorang mengalami keabnormalan tertentu, apalagi kalau sudah bersifat sakit jiwa, maka orang tersebut sudah seharusnya menjadi klien psikiater. Masalahnya ialah masih banyak konselor yang terlalu cepat menggolongkan atau setidak-tidaknya menyangka seseorang mengalami keabnormalan mental atau jiwa sehingga terlalu cepat pula menghentikan pelayanan bimbingan dan konseling dan menyarankan agar klien pergi bimbingan saja ke psikiater. Klien yang sebenarnya tidak sakit, tetapi oleh konselor dikirim ke dokter atau psikiater. Sebagai akibatnya klien tidak mempercayainya lagi. Klien berkemungkinan akan mempersepsi masalah yang dialaminya secara salah. Bimbingan dan Konseling Bekerja Sendiri
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang bekerja sendiri sarat dengan unsur-unsur budaya, social, dan lingkungan. Konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang dihadapi oleh klien. Disamping itu, konselor harus pula memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan dapat diadakan untuk kepentingan pemecahan masalah.
7.      Konselor Harus Aktif, Sedangkan Pihak Lain Pasif
Sesuai dengan asas kegiatan, disamping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan konseling, pihak lain pun terutaa klien harus aktif terlibat dalam proses tersebut. Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha bersama yang beban kegiatannya tidak semata-mata ditimpakan kepada konselor saja.
8.      Menganggap Pekerjaan Bimbingan dan Konseling Dapat Dilakukan oleh Siapa Saja
Salah satu cirri keprofesionalannya bimbingan dan konseling adalah bimbinan itu harus dilakukan oleh orang-orang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup lama di perguruan tinggi.
9.      Pelayanan Bimbingan dan Konseling Berpusat pada Keluhan Pertama Saja
Pada umumnya pemberian bantuan memang diawali dengan melihat gejala-gejala awal yang disampaikan oleh klien. Namun demikian jika pembahasan masalah itu dilanjutkan, didalami, dan dikembangkan sering kali ternyata bahwa masalah yang sebenarnya lebih luas, lebih jauh dan lebih pelik apa yang sekedar tampak atau disampaikan itu. Konselor harus mampu menyelami sedalam-dalamnya masalah klien yang sebenarnya.
10.  Menyamakan Pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan Pekerjaan Dokter atau Psikiater
Pekerjaan bimbingan dan konseling tidaklah sama dengan dokter atau psikiater. Baik dokter atau psikiater bekerja dengan orang sakit, sedangkan konselor bekerja dengan orang sehat yang sedang mengalami masalah. Cara penyembuhan dokter dan psikiater yaitu dengan menggunakan obat dan resep serta teknik pengobatan dokter atau psikiater lainnya sedangkan konselor memberikan jalan pemecahan masalah.
11.  Menganggap Hasil Pekerjaan Bimbingan dan Konseling Harus Segera Dilihat
Usaha-usaha bimbingan dan konseling bukanlah lampu aladdin yang dalam sekejap saja sudah dapat mewujudkan apa yang diminta. Usaha yang menyangkut aspek-aspek mental/psikologis dan tingkah laku tidaklah dapat didesak-desak atau dicepat-cepatkan sehingga lekas masak. Pendekatan ingin mencapai hasil segera mungkin justru dapat melemahkan usaha itu sendiri. Bukan berarti bimbingan dan konseling boleh bersantai-santai. Berlangsungnya usaha bimbingan dan konseling itu hendaklah serius dan penuh dinamika, namun wajar dan penuh pertimbangan.
12.  Manyamaratakan Cara Pemecahan Masalah Bagi Semua Klien
Cara apapun yang dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya.
13.  Memusatkan Usaha Bimbingan dan Konseling Hanya pada Penggunaan Instrumental Bimbingan dan Konseling (Misalnya Tes, Inventori, Angket, dan Alat Pengungkap Lainnya)
Petugas bimbingan dan konseling yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan.
14.  Bimbingan dan Konseling dibatasi pada Hanya Menangani Masalah-Masalah yang Ringan Saja
Tanpa menyebut bahwa masalah itu berat atau ringan, tugas bimbingan dan konseling adalah menanganinya dengan cermat dan tuntas. Kadar penanganan disesuaikan dengan pribadi klien, jenis masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan konselor, sarana  yang tersedia, dan kerjasama dengan pihak lain.





Sumber Referensi :
Prayitno dan Amti, Erman. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: RINEKA CIPTA 

0 komentar:

Posting Komentar