Uraian terdahulu
mengemukakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling merupakan barang impor
yang pengembangannya di Indonesia masih tergolong baru. Untuk prnggunaan
istilah saja, terutama istilah penyuluhan dan konseling, masih belum ada
kesepakatan semua pihak, maka dapat dimengerti kalau sampai sekarang masih
banyak kesalahpahaman dalam bidang bimbingan dan konseling itu. Kesalahpahaman
yang sering dijumpai di lapangan antara lain :
1. Bimbingan dan Konseling Disamakan Saja
dengan atau Dipisahkan Sama Sekali dari Pendidikan
Ada dua pendapat
yang ekstrem berkenaan dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling. Pertama,
pendapat yang mengatakan bahwa Bimbingan dan Konseling sama saja dengan
pendidikan. Pendapat ini mengatakan bahwa pelayanan khusus bimbingan dan
konseling tidak perlu disekolah. Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa
pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar dilaksanakan secara khusus
oleh tenaga yang benar-benar ahli dengan perlengkapan yng benar-benar memenuhi
syarat.
Memang bimbingan
dan konseling di sekolah secara umum termasuk ke dalam ruang lingkup upaya
pendidikan di sekolah , namun tidak bererti bahwa penyelenggaraan pengajaran
(yang baik) saja seluruh misi sekolah akan dapat dicapai dengan penuh
Tidak
jarang konselor di sekolah diserahi untuk mengusut perkelahian atau pencurian. Konselor
ditugasi untuk mencari siswa yang salah dan diberi wewenang untuk mengambil
tindakan bagi siswa-siswa yang bersalah itu. Dalam hubungan ini, pengertian
konselor sebagai mata-mata yang mengintip segenap gerak-gerik siswa agar dapat
berkembang dengan pesat.
Bisa
dibayangkan bagaimana tanggapan siswa terhadap konselor yang mempunyai wajah
seperti itu. Wajar saja siswa menjadi takut dan tidak mau dekat dengan
konselor. Petugas bimbingan konseling bukanlah pengawas ataupun polisi yang
selalu mencurigai dan menangkap siapa saja yang bersalah. Petugas bimbingan dan
konseling adalah kawan pengiring penunjuk jalan, pembangun kekuatan, dan
pembina tingkah laku positif yang dikehendaki.
3.
Bimbingan
dan Konseling Dianggap Semata-mata Sebagai Proses Pemberian Nasihat
Bimbingan
dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian
nasihat hanyalah sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling.
Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam
rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. Disamping memerlukan nasihat,
pada umumnya konseli memerlukan pelayanan lain seperti pemberian informasi,
penempatan dan penyaluran konseling, bimbingan belajar, pengalihtanganan kepada
petugas yang lebih ahli atau berwenang, layanan kepada orang tua siswa atau
masyarakat dan lain sebagainya. Konselor juga memerlukan upaya tindak lanjut
atau mensinkronisasikan upaya yang satu dengan upaya yang lainnya sehingga
menjadi suatu rangkaian yang terpadu dan berkesinambungan.
4.
Bimbingan
dan Konseling Dibatasi pada Hanya Menangani Masalah yang Bersifat Insidental
Memang sering
kali pelayanan bimbingan dan konseling bertitik tolak dari masalah yang
dirasakan konseli sekarang, yang sifatnya dadakan. Namun pada hakikatnya
layanan itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas yaitu lalu,
sekarang, dan yang akan datang. Untuk keperluan tersebut petugas bimbingan dan
konseling harus terus memasyarakatkan dan membangun suasana bimbingan dan
konseling serta mampu melihat hal-hal tertentu yang perlu diolah,
ditanggulangi, diarahkan, dibangkitkan, dan secara umum diperhatikan demi
perkembangan segenap individu yang menjadi tanggung jawabnya secara penuh dan
menyeluruh.
5.
Bimbingan
dan Konseling Dibatasi Hanya untuk Klien-Klien Tertentu Saja
Pelayanan
bimbingan dan konseling bukan tersedia dan tertuju hanya untuk klien-klien
tertentu saja, tetapi terbuka untuk segenap individu ataupun kelompok yang
memerlukannya. Jikapun ada penggolongan, maka penggolongan itu didasarkan atas
klasifikasi masalah, bukan atas kondisi klien. Lebih jauh masalah itu akan
mengarah pada spesialisasi keahlian konseling tertentu sesuai dengan
permasalahan itu.
6.
Bimbingan
dan Konseling Melayani “Orang Sakit” dan/atau “Kurang Normal”
Bimbingan dan
konseling hanya melayani orang-orang normal yang mengalami masalah tertentu.
Jika seseorang mengalami keabnormalan tertentu, apalagi kalau sudah bersifat
sakit jiwa, maka orang tersebut sudah seharusnya menjadi klien psikiater.
Masalahnya ialah masih banyak konselor yang terlalu cepat menggolongkan atau
setidak-tidaknya menyangka seseorang mengalami keabnormalan mental atau jiwa
sehingga terlalu cepat pula menghentikan pelayanan bimbingan dan konseling dan
menyarankan agar klien pergi bimbingan saja ke psikiater. Klien yang sebenarnya
tidak sakit, tetapi oleh konselor dikirim ke dokter atau psikiater. Sebagai
akibatnya klien tidak mempercayainya lagi. Klien berkemungkinan akan
mempersepsi masalah yang dialaminya secara salah. Bimbingan dan Konseling Bekerja Sendiri
Pelayanan
bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang
bekerja sendiri sarat dengan
unsur-unsur budaya, social, dan lingkungan. Konselor perlu bekerja sama dengan
orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang
dihadapi oleh klien. Disamping itu, konselor harus pula memanfaatkan berbagai
sumber daya yang ada dan dapat diadakan untuk kepentingan pemecahan masalah.
7.
Konselor
Harus Aktif, Sedangkan Pihak Lain Pasif
Sesuai dengan
asas kegiatan, disamping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak
bimbingan dan konseling, pihak lain pun terutaa klien harus aktif terlibat
dalam proses tersebut. Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah
usaha bersama yang beban kegiatannya tidak semata-mata ditimpakan kepada
konselor saja.
8.
Menganggap
Pekerjaan Bimbingan dan Konseling Dapat Dilakukan oleh Siapa Saja
Salah satu cirri
keprofesionalannya bimbingan dan konseling adalah bimbinan itu harus dilakukan
oleh orang-orang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu
diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup lama di perguruan tinggi.
9.
Pelayanan
Bimbingan dan Konseling Berpusat pada Keluhan Pertama Saja
Pada umumnya
pemberian bantuan memang diawali dengan melihat gejala-gejala awal yang
disampaikan oleh klien. Namun demikian jika pembahasan masalah itu dilanjutkan,
didalami, dan dikembangkan sering kali ternyata bahwa masalah yang sebenarnya
lebih luas, lebih jauh dan lebih pelik apa yang sekedar tampak atau disampaikan
itu. Konselor harus mampu menyelami sedalam-dalamnya masalah klien yang
sebenarnya.
10. Menyamakan Pekerjaan Bimbingan dan
Konseling dengan Pekerjaan Dokter atau Psikiater
Pekerjaan
bimbingan dan konseling tidaklah sama dengan dokter atau psikiater. Baik dokter
atau psikiater bekerja dengan orang sakit, sedangkan konselor bekerja dengan
orang sehat yang sedang mengalami masalah. Cara penyembuhan dokter dan
psikiater yaitu dengan menggunakan obat dan resep serta teknik pengobatan
dokter atau psikiater lainnya sedangkan konselor memberikan jalan pemecahan
masalah.
11. Menganggap Hasil Pekerjaan
Bimbingan dan Konseling Harus Segera Dilihat
Usaha-usaha
bimbingan dan konseling bukanlah lampu aladdin yang dalam sekejap saja sudah
dapat mewujudkan apa yang diminta. Usaha yang menyangkut aspek-aspek
mental/psikologis dan tingkah laku tidaklah dapat didesak-desak atau
dicepat-cepatkan sehingga lekas masak.
Pendekatan ingin mencapai hasil segera mungkin justru dapat melemahkan usaha
itu sendiri. Bukan berarti bimbingan dan konseling boleh bersantai-santai.
Berlangsungnya usaha bimbingan dan konseling itu hendaklah serius dan penuh
dinamika, namun wajar dan penuh pertimbangan.
12. Manyamaratakan Cara Pemecahan Masalah
Bagi Semua Klien
Cara apapun yang
dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan pribadi klien dan
berbagai hal yang terkait dengannya.
13. Memusatkan Usaha Bimbingan dan
Konseling Hanya pada Penggunaan Instrumental Bimbingan dan Konseling (Misalnya
Tes, Inventori, Angket, dan Alat Pengungkap Lainnya)
Petugas
bimbingan dan konseling yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki
secara optimal sambil terus berusaha mengembangkan sarana-sarana penunjang yang
diperlukan.
14. Bimbingan dan Konseling dibatasi
pada Hanya Menangani Masalah-Masalah yang Ringan Saja
Tanpa menyebut
bahwa masalah itu berat atau ringan, tugas bimbingan dan konseling adalah
menanganinya dengan cermat dan tuntas. Kadar penanganan disesuaikan dengan
pribadi klien, jenis masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan konselor,
sarana yang tersedia, dan kerjasama
dengan pihak lain.
Sumber Referensi
:
Prayitno dan
Amti, Erman. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan
dan Konseling. Jakarta: RINEKA CIPTA


0 komentar:
Posting Komentar